Patah Hati, Yuk Belajar pada Abu Utsman An Naiysabury



ALKAHFI~Dengan berbagai sebab, tak setiap proses ta’aruf berakhir  bahagia di meja aqad nikah. Sedih? Wajar. Apalagi bila hati sudah terlanjur ‘jatuh’ sebelum waktunya. Karena kenyataan tak seindah mimpi dan harapan. Kuncup di hati tak jadi benar benar berkembang, kapal kandas bahkan sebelum berlayar. Terpuruk? Patah hati? No way! Jangan cemen! Hidup tak melulu soal cinta, Jangan habiskan air mata hanya untuk cinta yang belum halal.


Karena sungguh, pena telah di angkat, catatan telah kering  dan lembaran telah ditutup. Itulah catatan azali yang tak dapat ditolak oleh semua yang bernama makhluk. Bukankah sesuatu tak akan terjadi bila Alloh tak menghendakinya meski manusia amat sangat menginginkannya? Sekuat apapun engkau berlari, kakimu tetap terikat oleh taqdir.


Tersenyumlah, karena itu bukan pertanda kiamat. Wake up, segera move on!. Meski  ada luka yang menyisakan perih tak terkatakan. Yakinlah bahwa apapun yang telah Alloh tuliskan adalah yang terbaik bagimu. Pun bila kemudian Alloh taqdirkan seseorang  yang menjadi teman hidupmu tak seperti kriteria dan harapanmu, jangan berhenti husnudzon. Yang Alloh pilihkan bagimu adalah yang paling tepat, sesuai dengan keluasan hikmah dan ilmu-Nya. Karena andai saja Alloh sibakkan rahasia taqdirmu, niscaya engkau tak akan memilih selain kejadian itu.  Qodarulloh wa maa syaa a fa’ala.


Menikah tanpa cinta, cinta tapi tak bisa menikah. Bagi kebanyakan orang tentu  teramat menyakitkan, itu bila parameternya akal dan hawa nafsu. Tapi bagi orang yang hatinya bersih akan terasa seringan mengangkat sejumput kapas. Sebagaimana penyakit, pasti akan dibenci oleh akal dan hawa nafsu. Tapi bagi mereka yang berhati bersih akan ikhlas menerima, bahkan amat mensyukurinya, karena yakin akan janji ampunan dan pahala atasnya.


Buang segala rasa gamang, jangan bayangkan beratnya melangkah kesana tanpa cinta, karena Dia yang akan menumbuhkan cinta, mawaddah wa rahmah itu dalam ikatan suci pernikahan, cinta yang halal !. Selama niat lurus bahwa menikah adalah bagian dari ibadah demi meraih keridhoan-Nya dan berdasarkan komitmen pada syariat yang teguh, insyaa Alloh setiap biduk rumah tangga akan selamat sejahtera, meski tanpa cinta sekalipun, karena ada cinta di atas segala cinta, yaitu cinta akan cinta-Nya.


Karena realitanya, betapa banyak rumah tangga yang awalnya didasari saling cinta berakhir dengan perceraian. Dan berapa banyak pasangan yang pacaran bertahun tahun (bayangkan maksiat sampai bertahun tahun!) kandas setelah menikah karena kasus perselingkuhan, adanya WIL/PIL dll. Semua karena tidak ada Alloh dan komitmen syariat di dalamnya.


Maka, sucikan hati, ikhlas dan sabar dalam menerima segala ketentuan Alloh sembari berharap pahala, sebagaimana kisah Abu Utsman An Naiysabury dalam Shaid AL Khatir karya Al Jauzi saat di tanya amalan apa yang paling diharap pahalanya di akhirat, beliau menjawab :


Sejak muda, keluargaku selalu berupaya agar aku segera menikah, tetapi selalu aku tolak, Hingga akhirnya datanglah seorang wanita padaku dan memohon dengan menyebut nama Alloh agar aku menikahinya. Maka akupun melamar pada orang tuanya yang miskin. Saat wanita itu mendatangiku seusai aqad nikah, barulah aku tahu kalau ternyata dia adaah wanita yang sangat jelek.  Namun ketulusan cintanya mencegahku keluar dari kamar.


Aku terus duduk dan manyambutnya dengan tidak menunjukkan rasa marah dan benciku. Walau sebenarnya saat itu aku merasa seperti tengah duduk di atas panggang api kemarahan dan kebencian. Begitulh ku lalui hidup bersamanya selama 15 tahun hingga dia wafat. Maka tiada amalan yang paling aku harap pahalanya di akhirat  selain masa 15 tahun hidup bersamanya dalam kesabaran dan kesetiaanku dalam menjaga perasaan dan ketulusan cintanya.

Share this:

,

CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar