Keuntungan Mengunakan Siwak
ALKAHFI`~Siwak merupakan pekerjaan yang ringan namun memiliki faedah yang banyak
baik bersifat keduniaan yaitu berupa kebersihan mulut, sehat dan
putihnya gigi, menghilangkan bau mulut, dan lain-lain, maupun
faedah-faedah yang bersifat akhirat, yaitu ittiba’ kepada Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mendapatkan keridhoan dari Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
السِّوَاكَ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِّ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ (رواه أحمد)
“Siwak merupakan kebersihan bagi mulut dan keridhaan bagi Rabb”. [Hadits shahih riwayat Ahmad, Irwaul Ghalil no 66). [Syarhul Mumti’ 1/120 dan Taisir ‘Alam 1/62]
Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu bersemangat melakukannya dan sangat ingin agar umatnya pun melakukan sebagaimana yang dia lakukan, hingga beliau bersabda.
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلىَ أُمَّتِي لأَمَرْتُهُمْ باِلسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ وُضُوْءٍ
“Kalau bukan karena akan memberatkan umatku maka akan kuperintahkan mereka untuk bersiwak setiap akan wudlu”. [Hadits riwayat Bukhari dan Muslim, Irwaul Ghalil no 70]
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلىَ أُمَّتِي لأَمَرْتُهُمْ باِلسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَّلاَةٍ
“Kalau bukan karena akan memberatkan umatku maka akan kuperintahkan mereka untuk bersiwak setiap akan shalat”. [Hadits riwayat Bukhari dan Muslim, Irwaul Ghalil no 70]
Ibnu Daqiqil ‘Ied menjelaskan sebab sangat dianjurkannya bersiwak ketika akan shalat, beliau berkata: “Rahasianya yaitu bahwasanya kita diperintahkan agar dalam setiap keadaan ketika bertaqorrub kepada Allah, kita senantiasa dalam keadaan yang sempurna dan dalam keadaan bersih untuk menampakkan mulianya ibadah”. Dikatakan bahwa perkara ini (bersiwak ketika akan shalat) berhubungan dengan malaikat karena mereka terganggu dengan bau yang tidak enak. Berkata Imam As-Shan’ani : “Dan tidaklah jauh (jika dikatakan) bahwasanya rahasianya adalah digabungkannya dua perkara yang telah disebutkan (di atas) sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari hadits Jabir Radhiyallahu ‘anhu.
:
مَنْ أَكَلَ الثَّوْمَ أَوِ الْبَصَالَ أَوِ الْكَرَّاثَ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا لأَنَّ الْمَلاَئِكَةَ تَتَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى بِهِ بَنُوْ آدَمَ
“Barang siapa yang makan bawang putih atau bawang merah atau bawang bakung maka janganlah dia mendekati mesjid kami. Sesungguhnya malaikat terganggu dengan apa-apa yang bani Adam terganggu dengannya” [Taisir ‘Alam 1/63]
Dan ternyata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak hanya bersiwak ketika akan shalat saja, bahkan beliau juga bersiwak dalam berbagai keadaan.
Diantaranya ketika dia masuk kedalam rumah…
رَوَى شُرَيْحٌ بْنُ هَانِئِ قَالَ : سَأَلْتُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا بِأَيِّ شَيِءٍ يَبْدَأُ النَّبِيُّ إِذَا دَخَلَ بَيِتَهُ ؟ قَالَتْ : بِالسِّوَاكِ (رواه مسلم)
Telah meriwayatkan Syuraih bin Hani, beliau berkata : “Aku bertanya kepada ‘Aisyah : “Apa yang dilakukan pertama kali oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika dia memasuki rumahnya ?” Beliau menjawab :”Bersiwak”. [Hadits riwayat Muslim, Irwaul Ghalil no 72]
Atau ketika bangun malam…
عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ إِذَا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ يَشُوْسُ فَاهُ بِالسِّوَاكِ
“Dari Hudzaifah ibnul Yaman Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata : “Adalah Rasulullah jika bangun dari malam dia mencuci dan menggosok mulutnya dengan siwak”. [Hadits riwayat Bukhari]
Bahkan dalam setiap keadaan pun boleh bagi kita untuk bersiwak. Sesuai dengan hadits di atas (السِّوَاكَ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِّ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ). Dalam hadits ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memutlakkannya dan tidak mengkhususkannya pada waktu-waktu tertentu. Oleh karena itu siwak boleh dilakukan setiap waktu (Syarhul mumti’ 1/120, Fiqhul Islami wa Adillatuhu 1/300), sehingga tidak disyaratkan hanya bersiwak ketika mulut dalam keadaan kotor [Syarhul Mumti’ 1/125].
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersemangat ketika bersiwak, sehingga sampai keluar bunyi dari mulut beliau seakan-akan beliau muntah.
عَنْ أَبِي مُوْسَى اَلأَشْعَرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : أَتَيْتُ النَّبِيَّ وَهُوَ يَسْتَاكُ بِسِوَاكٍ رَطْبٍ قَالَ وَطَرْفُ السِّوَاكِ عَلَى لِسَانِهِ وَهُوَ بَقُوْلُ أُعْ أُعْ وَالسِّوَاكُ فِيْ فِيْهِ كَأَنَّهُ يَتَهَوَّعُ
“Dari Abu Musa Al-Asy’ari Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Aku mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dia sedang bersiwak dengan siwak yang basah. Dan ujung siwak pada lidahnya dan dia sambil berkata “Uh-uh”. Dan siwak berada pada mulutnya seakan-akan beliau muntah”. [Hadits riwayat Bukhori dan Muslim]
Dan yang lebih menunjukan akan besarnya perhatian beliau dengan siwak yaitu bahwasanya diakhir hayat beliau, beliau masih menyempatkan diri untuk bersiwak sebagaimana dalam hadits ‘Aisyah :
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : دَخَلَ عَبْدُ الرَّحْمنِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِيْقِ عَنْهُ عَلَى النَّبِيِّ وَ أَنَا مُسْنِدَتُهُ إلَى صَدْرِي – وَمَعَ عَبْدِ الرَّحْمنِ سِوَاكٌ رَطْبٌ يَسْتَنُّ بِهِ – فَأَبَدَّهُ رَسُوْلُ اللهِ بَصَرَهُ، فَأَخَذْتُ السِّوَاكَ فَقَضِمْتُهُ وَطَيَّبْتُهُ، ثُمَّ دَفَعْتُهُ إِلَى النَّبِيِّ فَاسْتَنَّ بِهِ، فَمَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ اسْتَنَّ اسْتِنَانًا أَحْسَنَ مِنْهُ. فَمَا عَدَا أَنْ فَرَغَ رَسُوْلُ اللهِ رَفَعَ يَدَهُ أَوْ إِصْبَعَهُ ثُمَّ قَالَ : (فِي الرَّفِيْقِ الأَعْلَى) ثَلاَتًا، ثُمَّ قُضِيَ عَلَيْهِ
وَ فِي لَفْظٍ: فَرَأَيْتُهُ يَنْظُرُ إِلَيْهِ، وَ عَرَفْتُ أَنَّهُ يُحِبُّ السِّوَاكَ فَقُلْتُ آخُذُهُ لَكَ ؟ فَأَشَرَ بِرَأْسِهِ : أنْ نَعَمْ
“Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata : Abdurrahman bin Abu Bakar As-Sidik Radhiyallahu ‘anhu menemui Nabi dan Nabi bersandar di dadaku. Abdurrahman Radhiyallahu ‘anhu membawa siwak yang basah yang dia gunakan untuk bersiwak. Dan Rasulullah memandang siwak tersebut (dengan pandangan yang lama). Maka aku pun lalu mengambil siwak itu dan menggigitnya (untuk dibersihkan-pent) lalu aku membaguskannya kemudian aku berikan siwak tersebut kepada Rasulullah, maka beliaupun bersiwak dengannya. Dan tidaklah pernah aku melihat Rasulullah bersiwak yang lebih baik dari itu. Dan setelah Rasulullah selesai dari bersiwak dia pun mengangkat tangannya atau jarinya lalu berkata :
فِي الرَّفِيْقِ الأَعْلَى
Beliau mengatakannya tiga kali. Kemudian beliau wafat.
Dalam riwayat lain ‘Aisyah berkata :”Aku melihat Rasulullah memandang siwak tersebut, maka akupun tahu bahwa beliau menyukainya, lalu aku berkata : ‘Aku ambilkan siwak tersebut untuk engkau?” Maka Rasulullah mengisyaratkan dengan kepalanya (mengangguk-pent) yaitu tanda setuju”. [Diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim]
Oleh karena itu berkata sebagian ulama : “Telah sepakat para ulama bahwasanya bersiwak adalah sunnah muakkadah karena anjuran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kesenantiasaan beliau melakukannya dan kecintaan beliau serta ajakan beliau kepada siwak tersebut.” [Fiqhul Islami wa Adillatuhu 1/300]
DEFINISI SIWAK
Siwak adalah nama untuk dahan atau akar pohon yang digunakan untuk bersiwak. Oleh karena itu semua dahan atau akar pohon apa saja boleh kita gunakan untuk bersiwak jika memenuhi persyaratannya, yaitu :
1. Harus lembut, sehingga batang atau akar kayu yang keras tidak boleh digunakan untuk bersiwak karena bisa merusak gusi dan email gigi.
2. Bisa membersihkan dan berserat serta bersifat basah, sehingga akar atau batang yang tidak ada seratnya tidak bisa digunakan untuk bersiwak
3. Seratnya tersebut tidak berjatuhan ketika digunakan untuk bersiwak sehingga bisa mengotori mulut. [Syarhul Mumti’ 1/118]
BOLEHKAH BERSIWAK MENGGUNAKAN SIKAT GIGI MODERN DAN PASTA GIGI?
Sebagian ulama berpendapat tidaklah dikatakan bersiwak dengan sikat gigi adalah sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam karena siwak berbeda dengan sikat gigi. Siwak memiliki banyak kelebihan dibandingkan sikat gigi. Namun pendapat yang benar bahwasanya jika tidak terdapat akar atau dahan pohon untuk bersiwak maka boleh kita bersiwak dengan menggunakan sikat gigi biasa karena illah (sebab) disyariatkannya siwak adalah untuk membersihkan gigi. Bahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah besiwak dengan jarinya ketika berwudhu, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ali Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
أدْخَلَ أضصْبِعَهُ عِنْدَ الْوُضُوْءِ وَ حَرَّكَهَا
“Beliau memasukkan jarinya (ke dalam mulutnya-pent) ketika berwudlu dan menggerak-gerakkannya”. [Hadits riwayat Ahmad dalam musnadnya 1/158. Berkata Al-Hafizh dalam talkhis 1/70 setelah beliau membawakan hadits-hadits tentang siwak dengan jari yaitu dari hadits Anas Radhiyallahu ‘anhu dan Aisyah dan selain keduanya :”Dan hadits yang paling shahih tentang siwak dengan jari adalah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya dari hadits Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu”] [Syarhul Mumti’ 1/118-119]
Dan bersiwak dengan menggunakan akar atau dahan pohon adalah lebih baik dan lebih mengikuti sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam karena memiliki faedah yang banyak dan bisa digunakan setiap saat serta bisa dibawa kemana-mana. Namun anehnya banyak kaum muslimin yang merasa tidak senang jika melihat orang yang bersiwak dengan akar atau dahan pohon, padahal tidak diragukan lagi akan kesunnahannya. Mereka memandang orang yang bersiwak dengan akar kayu dengan pandngan sinis atau pandangan mengejek. Apakah mereka membenci sunnah yang sering dilakukan dan dicintai oleh Nabi Shallallawau alaihi wa salam bahkan ketika akhir hayat beliau? Tidak cukup hanya dengan membenci, merekapun memberikan olok-olokan yang tidak layak sampai-sampai mereka mengatakan orang yang bersiwak adalah orang yang jorok..
Fadhilah
السِّوَاكَ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِّ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ (رواه أحمد)
“Siwak merupakan kebersihan bagi mulut dan keridhaan bagi Rabb”. [Hadits shahih riwayat Ahmad, Irwaul Ghalil no 66). [Syarhul Mumti’ 1/120 dan Taisir ‘Alam 1/62]
Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu bersemangat melakukannya dan sangat ingin agar umatnya pun melakukan sebagaimana yang dia lakukan, hingga beliau bersabda.
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلىَ أُمَّتِي لأَمَرْتُهُمْ باِلسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ وُضُوْءٍ
“Kalau bukan karena akan memberatkan umatku maka akan kuperintahkan mereka untuk bersiwak setiap akan wudlu”. [Hadits riwayat Bukhari dan Muslim, Irwaul Ghalil no 70]
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلىَ أُمَّتِي لأَمَرْتُهُمْ باِلسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَّلاَةٍ
“Kalau bukan karena akan memberatkan umatku maka akan kuperintahkan mereka untuk bersiwak setiap akan shalat”. [Hadits riwayat Bukhari dan Muslim, Irwaul Ghalil no 70]
Ibnu Daqiqil ‘Ied menjelaskan sebab sangat dianjurkannya bersiwak ketika akan shalat, beliau berkata: “Rahasianya yaitu bahwasanya kita diperintahkan agar dalam setiap keadaan ketika bertaqorrub kepada Allah, kita senantiasa dalam keadaan yang sempurna dan dalam keadaan bersih untuk menampakkan mulianya ibadah”. Dikatakan bahwa perkara ini (bersiwak ketika akan shalat) berhubungan dengan malaikat karena mereka terganggu dengan bau yang tidak enak. Berkata Imam As-Shan’ani : “Dan tidaklah jauh (jika dikatakan) bahwasanya rahasianya adalah digabungkannya dua perkara yang telah disebutkan (di atas) sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari hadits Jabir Radhiyallahu ‘anhu.
:
مَنْ أَكَلَ الثَّوْمَ أَوِ الْبَصَالَ أَوِ الْكَرَّاثَ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا لأَنَّ الْمَلاَئِكَةَ تَتَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى بِهِ بَنُوْ آدَمَ
“Barang siapa yang makan bawang putih atau bawang merah atau bawang bakung maka janganlah dia mendekati mesjid kami. Sesungguhnya malaikat terganggu dengan apa-apa yang bani Adam terganggu dengannya” [Taisir ‘Alam 1/63]
Dan ternyata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak hanya bersiwak ketika akan shalat saja, bahkan beliau juga bersiwak dalam berbagai keadaan.
Diantaranya ketika dia masuk kedalam rumah…
رَوَى شُرَيْحٌ بْنُ هَانِئِ قَالَ : سَأَلْتُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا بِأَيِّ شَيِءٍ يَبْدَأُ النَّبِيُّ إِذَا دَخَلَ بَيِتَهُ ؟ قَالَتْ : بِالسِّوَاكِ (رواه مسلم)
Telah meriwayatkan Syuraih bin Hani, beliau berkata : “Aku bertanya kepada ‘Aisyah : “Apa yang dilakukan pertama kali oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika dia memasuki rumahnya ?” Beliau menjawab :”Bersiwak”. [Hadits riwayat Muslim, Irwaul Ghalil no 72]
Atau ketika bangun malam…
عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ إِذَا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ يَشُوْسُ فَاهُ بِالسِّوَاكِ
“Dari Hudzaifah ibnul Yaman Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata : “Adalah Rasulullah jika bangun dari malam dia mencuci dan menggosok mulutnya dengan siwak”. [Hadits riwayat Bukhari]
Bahkan dalam setiap keadaan pun boleh bagi kita untuk bersiwak. Sesuai dengan hadits di atas (السِّوَاكَ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِّ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ). Dalam hadits ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memutlakkannya dan tidak mengkhususkannya pada waktu-waktu tertentu. Oleh karena itu siwak boleh dilakukan setiap waktu (Syarhul mumti’ 1/120, Fiqhul Islami wa Adillatuhu 1/300), sehingga tidak disyaratkan hanya bersiwak ketika mulut dalam keadaan kotor [Syarhul Mumti’ 1/125].
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersemangat ketika bersiwak, sehingga sampai keluar bunyi dari mulut beliau seakan-akan beliau muntah.
عَنْ أَبِي مُوْسَى اَلأَشْعَرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : أَتَيْتُ النَّبِيَّ وَهُوَ يَسْتَاكُ بِسِوَاكٍ رَطْبٍ قَالَ وَطَرْفُ السِّوَاكِ عَلَى لِسَانِهِ وَهُوَ بَقُوْلُ أُعْ أُعْ وَالسِّوَاكُ فِيْ فِيْهِ كَأَنَّهُ يَتَهَوَّعُ
“Dari Abu Musa Al-Asy’ari Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Aku mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dia sedang bersiwak dengan siwak yang basah. Dan ujung siwak pada lidahnya dan dia sambil berkata “Uh-uh”. Dan siwak berada pada mulutnya seakan-akan beliau muntah”. [Hadits riwayat Bukhori dan Muslim]
Dan yang lebih menunjukan akan besarnya perhatian beliau dengan siwak yaitu bahwasanya diakhir hayat beliau, beliau masih menyempatkan diri untuk bersiwak sebagaimana dalam hadits ‘Aisyah :
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : دَخَلَ عَبْدُ الرَّحْمنِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِيْقِ عَنْهُ عَلَى النَّبِيِّ وَ أَنَا مُسْنِدَتُهُ إلَى صَدْرِي – وَمَعَ عَبْدِ الرَّحْمنِ سِوَاكٌ رَطْبٌ يَسْتَنُّ بِهِ – فَأَبَدَّهُ رَسُوْلُ اللهِ بَصَرَهُ، فَأَخَذْتُ السِّوَاكَ فَقَضِمْتُهُ وَطَيَّبْتُهُ، ثُمَّ دَفَعْتُهُ إِلَى النَّبِيِّ فَاسْتَنَّ بِهِ، فَمَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ اسْتَنَّ اسْتِنَانًا أَحْسَنَ مِنْهُ. فَمَا عَدَا أَنْ فَرَغَ رَسُوْلُ اللهِ رَفَعَ يَدَهُ أَوْ إِصْبَعَهُ ثُمَّ قَالَ : (فِي الرَّفِيْقِ الأَعْلَى) ثَلاَتًا، ثُمَّ قُضِيَ عَلَيْهِ
وَ فِي لَفْظٍ: فَرَأَيْتُهُ يَنْظُرُ إِلَيْهِ، وَ عَرَفْتُ أَنَّهُ يُحِبُّ السِّوَاكَ فَقُلْتُ آخُذُهُ لَكَ ؟ فَأَشَرَ بِرَأْسِهِ : أنْ نَعَمْ
“Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata : Abdurrahman bin Abu Bakar As-Sidik Radhiyallahu ‘anhu menemui Nabi dan Nabi bersandar di dadaku. Abdurrahman Radhiyallahu ‘anhu membawa siwak yang basah yang dia gunakan untuk bersiwak. Dan Rasulullah memandang siwak tersebut (dengan pandangan yang lama). Maka aku pun lalu mengambil siwak itu dan menggigitnya (untuk dibersihkan-pent) lalu aku membaguskannya kemudian aku berikan siwak tersebut kepada Rasulullah, maka beliaupun bersiwak dengannya. Dan tidaklah pernah aku melihat Rasulullah bersiwak yang lebih baik dari itu. Dan setelah Rasulullah selesai dari bersiwak dia pun mengangkat tangannya atau jarinya lalu berkata :
فِي الرَّفِيْقِ الأَعْلَى
Beliau mengatakannya tiga kali. Kemudian beliau wafat.
Dalam riwayat lain ‘Aisyah berkata :”Aku melihat Rasulullah memandang siwak tersebut, maka akupun tahu bahwa beliau menyukainya, lalu aku berkata : ‘Aku ambilkan siwak tersebut untuk engkau?” Maka Rasulullah mengisyaratkan dengan kepalanya (mengangguk-pent) yaitu tanda setuju”. [Diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim]
Oleh karena itu berkata sebagian ulama : “Telah sepakat para ulama bahwasanya bersiwak adalah sunnah muakkadah karena anjuran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kesenantiasaan beliau melakukannya dan kecintaan beliau serta ajakan beliau kepada siwak tersebut.” [Fiqhul Islami wa Adillatuhu 1/300]
DEFINISI SIWAK
Siwak adalah nama untuk dahan atau akar pohon yang digunakan untuk bersiwak. Oleh karena itu semua dahan atau akar pohon apa saja boleh kita gunakan untuk bersiwak jika memenuhi persyaratannya, yaitu :
1. Harus lembut, sehingga batang atau akar kayu yang keras tidak boleh digunakan untuk bersiwak karena bisa merusak gusi dan email gigi.
2. Bisa membersihkan dan berserat serta bersifat basah, sehingga akar atau batang yang tidak ada seratnya tidak bisa digunakan untuk bersiwak
3. Seratnya tersebut tidak berjatuhan ketika digunakan untuk bersiwak sehingga bisa mengotori mulut. [Syarhul Mumti’ 1/118]
BOLEHKAH BERSIWAK MENGGUNAKAN SIKAT GIGI MODERN DAN PASTA GIGI?
Sebagian ulama berpendapat tidaklah dikatakan bersiwak dengan sikat gigi adalah sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam karena siwak berbeda dengan sikat gigi. Siwak memiliki banyak kelebihan dibandingkan sikat gigi. Namun pendapat yang benar bahwasanya jika tidak terdapat akar atau dahan pohon untuk bersiwak maka boleh kita bersiwak dengan menggunakan sikat gigi biasa karena illah (sebab) disyariatkannya siwak adalah untuk membersihkan gigi. Bahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah besiwak dengan jarinya ketika berwudhu, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ali Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
أدْخَلَ أضصْبِعَهُ عِنْدَ الْوُضُوْءِ وَ حَرَّكَهَا
“Beliau memasukkan jarinya (ke dalam mulutnya-pent) ketika berwudlu dan menggerak-gerakkannya”. [Hadits riwayat Ahmad dalam musnadnya 1/158. Berkata Al-Hafizh dalam talkhis 1/70 setelah beliau membawakan hadits-hadits tentang siwak dengan jari yaitu dari hadits Anas Radhiyallahu ‘anhu dan Aisyah dan selain keduanya :”Dan hadits yang paling shahih tentang siwak dengan jari adalah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya dari hadits Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu”] [Syarhul Mumti’ 1/118-119]
Dan bersiwak dengan menggunakan akar atau dahan pohon adalah lebih baik dan lebih mengikuti sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam karena memiliki faedah yang banyak dan bisa digunakan setiap saat serta bisa dibawa kemana-mana. Namun anehnya banyak kaum muslimin yang merasa tidak senang jika melihat orang yang bersiwak dengan akar atau dahan pohon, padahal tidak diragukan lagi akan kesunnahannya. Mereka memandang orang yang bersiwak dengan akar kayu dengan pandngan sinis atau pandangan mengejek. Apakah mereka membenci sunnah yang sering dilakukan dan dicintai oleh Nabi Shallallawau alaihi wa salam bahkan ketika akhir hayat beliau? Tidak cukup hanya dengan membenci, merekapun memberikan olok-olokan yang tidak layak sampai-sampai mereka mengatakan orang yang bersiwak adalah orang yang jorok..
0 komentar:
Posting Komentar