Pembagian Mahram Sesuai Klasifikasi Para Ulama
ALKAHFI~Tentang siapa saja yang
menjadi mahram, para ulama membaginya menjadi dua klasifikasi besar.
Pertama mahram yang bersifat abadi, yaitu keharaman yang tetap akan terus
melekat selamanya antara laki-laki dan perempuan, apa pun yang terjadi antara
keduanya. Kedua mahram yang bersifat sementara, yaitu kemahraman yang
sewaktu-waktu berubah menjadi tidak mahram, tergantung tindakan-tindakan
tertentu yang terkait dengan syariah yang terjadi.
2. 1. Mahram Yang Bersifat
Abadi
Para ulama membagi mahram yang
bersifat abadi ini menjadi tiga kelompok berdasarkan penyebabnya. Yaitu karena
sebab hubungan nasab, karena hubungan pernikahan (perbesanan dan karena
hubungan akibat persusuan.
2.1.1. Mahram Karena Nasab
§
Ibu
kandung dan seterusnya keatas seperti nenek, ibunya nenek.
§
Anak
wanita dan seteresnya ke bawah seperti anak perempuannya anak perempuan.
§
Saudara
kandung wanita.
§
`Ammat
/ Bibi (saudara wanita ayah).
§
Khaalaat
/ Bibi (saudara wanita ibu).
§
Banatul
Akh / Anak wanita dari saudara laki-laki.
§
Banatul
Ukht / anak wnaita dari saudara wanita.
2.1.2. Mahram Karena
Mushaharah (besanan/ipar) Atau Sebab Pernikahan
§
Ibu
dari istri (mertua wanita).
§
Anak
wanita dari istri (anak tiri).
§
Istri
dari anak laki-laki (menantu peremuan).
§
Istri
dari ayah (ibu tiri).
2.1.3. Mahram Karena Penyusuan
§
Ibu
yang menyusui.
§
Ibu
dari wanita yang menyusui (nenek).
§
Ibu
dari suami yang istrinya menyusuinya (nenek juga).
§
Anak
wanita dari ibu yang menyusui (saudara wanita sesusuan).
§
Saudara
wanita dari suami wanita yang menyusui.
§
Saudara
wanita dari ibu yang menyusui.
2.2. Mahram Yang Bersifat
Sementara
Kemahraman ini bersifat
sementara, bila terjadi sesuatu, laki-laki yang tadinya menikahi seorang
wanita, menjadi boleh menikahinya. Diantara para wanita yang termasuk ke dalam
kelompok haram dinikahi secara sementara waktu saja adalah :
2.2.1 Istri orang lain,
tidak boleh dinikahi tapi bila sudah diceraikan oleh suaminya, maka boleh
dinikahi.
2.2.2. Saudara ipar, atau
saudara wanita dari istri. Tidak boleh dinikahi tapi juga tidak boleh khalwat
atau melihat sebagian auratnya. Hal yang sama juga berlaku bagi bibi dari
istri. Namun bila hubungan suami istri dengan saudara dari ipar itu sudah
selesai, baik karena meninggal atau pun karena cerai, maka ipar yang tadinya
haram dinikahi menjadi boleh dinikahi. Demikian juga dengan bibi dari istri.
Ads by
Google
2.2.3. Wanita yang masih dalam
masa Iddah, yaitu masa menunggu akibat dicerai suaminya atau
ditinggal mati. Begitu selesai masa iddahnya, maka wanita itu halal dinikahi.
2.2.4. Istri yang telah
ditalak tiga, untuk sementara haram dinikahi kembali.
Tetapi seandainya atas kehendak Allah dia menikah lagi dengan laki-laki lain
dan kemudian diceraikan suami barunya itu, maka halal dinikahi kembali asalkan
telah selesai iddahnya dan posisi suaminya bukan sebagai muhallil belaka.
2.2.5. Menikah dalam keadaan
Ihram, seorang yang sedang dalam keadaan berihram baik untuk haji
atau umrah, dilarang menikah atau menikahkan orang lain. Begitu ibadah ihramnya
selesai, maka boleh dinikahi.
2.2.6. Menikahi wanita budak
padahal mampu menikahi wanita merdeka. Namun ketika tidak mampu menikahi wanita
merdeka, boleh menikahi budak.
2.2.7. Menikahi wanita pezina.
Dalam hal ini selama wanita itu masih aktif melakukan zina. Sebaliknya, ketika
wanita itu sudah bertaubat dengan taubat nashuha, umumnya ulama membolehkannya.
2.2.8. Menikahi istri yang
telah dili`an, yaitu yang telah dicerai dengan cara dilaknat.
2.2.9. Menikahi wanita non
muslim yang bukan kitabiyah atau wanita musyrikah.
Namun begitu wanita itu masuk Islam atau masuk agama ahli kitab, dihalalkan
bagi laki-laki muslim untuk menikahinya.
Bentuk kemahraman yang ini
semata-mata mengharamkan pernikahan saja, tapi tidak membuat seseorang boleh
melihat aurat, berkhalwat dan bepergian bersama. Yaitu mahram yang bersifat
muaqqat atau sementara. Yang membolehkan semua itu hanyalah bila wanita itu
mahram yang bersifat abadi.
0 komentar:
Posting Komentar